TRADISI DIBAAN
Tuesday, 9 October 2012
0
comments
TRADISI DIBAAN DI JAWA TIMUR
Diba’an merupakan salah satu tradisi masyarakat Jawa Timur yang biasanya dilakukan pada saat Maulud Nabi, namun diba’an lebih sering dilakukan pada saat malam minggu tiba. Diba’an bisa diartikan dalam pertemuan silaturrahmi warga, acara utamanya ialah membaca diba' atau barzanji, yang merupakan sejarah Nabi Muhammad SAW. Dalam acara diba’an semuanya yang dibaca adalah tentang sejarah Nabi Muhammad SAW, mulai dari lahirnya sampai meninggal dunia, ini untuk mengenang dan mengingatkan kembali kepada Nabi kita, Muhammad SAW, agar tumbuh dan bersemi rasa kecintaan dalam hati kita kepada Beliau.
Nama Barzanji diambil dari nama pengarang naskah yakni Syekh Ja'far al-Barzanji bin Husin bin Abdul Karim. Dia lahir di Madinah tahun 1690 dan meninggal tahun 1766. Barzanji berasal dari nama sebuah tempat di Kurdistan, Barzinj. Barzanji bertutur tentang kehidupan Muhammad, mencakup silsilah keturunannya, masa kanak-kanak, remaja, pemuda, hingga diangkat menjadi rasul. Karya itu juga mengisahkan sifat-sifat mulia yang dimiliki Nabi Muhammad, serta berbagai peristiwa untuk dijadikan teladan umat manusia. Karya tulis tersebut sebenarnya berjudul 'Iqd Al-Jawahir (artinya kalung permata) yang disusun untuk meningkatkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW. Tapi kemudian lebih terkenal dengan nama penulisnya.
Diba’an juga merupakan sebuah acara pembacaan shalawat bersama-sama secara bergantian. Ada bagian dibaca biasa, namun pada bagian-bagian lain lebih banyak menggunakan lagu sambil bersaut-sautan yang diiringi dengan alat musik yang bernama terbangan.
Pada saat malam minggu tiba, warga mulai bersiap-siap dari mesjid melakukan tradisi diba’an, anak-anak kecil di bawah umur pun turut serta. Mereka pun bertandang ke rumah-rumah warga dengan menggunakan obor. Mengapa menggunakan obor? Obor berfungsi sebagai penerang, karena jarak rumah warga satu dengan yang lainnya cukup jauh dan minim akan penerangan lampu jalan, maka mereka berinisiatif menggunakan obor sebagai pelita mereka untuk sampai ke tempat tujuan.
Rumah warga yang didatangi pun bergantian. Tidak hanya di satu tempat saja. Setiap warga kebagian giliran menjadi tempat singgah, seperti layaknya arisan, rumah warga yang mendapat giliran diba’an ini biasanya menyediakan makanan ringan untuk warga yang berdatangan ke rumah tersebut.
Anak-anak di bawah umur sudah terbiasa dengan adanya tradisi di daerah kelahirannya. Tradisi diba’an ini pun dimaksudkan untuk lebih mengenalkan kepada anak-anak tentang keimanan kepada Tuhan. Mereka jadi lebih religius dalam mendekatkan diri kepada Tuhan.
Seperti yang dikatakan di atas, diba’an tidak hanya membaca ayat-ayat suci atau membacakan shalawat, melainkan diiringi dengan alunan musik. Mengapa demikian? Karena memang tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun menyukai musik, jadi diba’an dikemas sedemikian rupa supaya tradisi ini menjadi acara dengan keunikan tersendiri.
Anak-anak pun jadi lebih mudah menghafal shalawat nabi dengan diiringi alat musik terbangan. Tidak hanya itu, alat musik terbangan sebagai pengiring pun menjadi salah satu kesenian tradisional yang dikenal oleh anak-anak dan mereka secara tidak langsung bisa mempelajari sekaligus melestarikannya.
Dalam pelaksanaannya diperlukan pemahaman terhadap isi diba' yang dibaca, agar umat yang menghadiri pertemuan tersebut, utamanya mereka yang dari kalangan awam, dapat mengerti dan dapat mengambil teladan dari perilaku Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang diceritakan di dalamnya.
Untuk tujuan tersebut dapat dicari cara dan metode praktis yang menyenangkan dan tidak membosankan. Barangkali untuk tujuan tersebut tidak semata-mata menerjemahkan bacaan diba' itu sendiri, tetapi setelah diba'an selesai, lalu diberikan tausiyah oleh salah seorang tokoh atau ulama mengenai bacaan diba' yang selalu dibaca dalam pertemuan silaturrahmi tersebut. Tentu tidak dengan menerjemahkan secara harfiah, melainkan dapat pula dikemas dengan dakwah yang menarik dan dibahasakan secara sederhana dan merakyat.
Dengan acara diba’an ini diharapkan semua elemen warga, termasuk para intelektual, para ulama, dan masyarakat pada umumnya, akan dapat menyatu dan berkumpul bersama-sama. Diba’annya sendiri juga perlu dilestarikan dalam kalangan warga, tetapi yang lebih penting lagi ialah silaturrahmi dengan sesama warga yang tersebar dalam berbagai peran di masyarakat yang selama ini akan sangat sulit untuk bertemu atau dipertemukan. Selain itu, silahturrahmi memang sangat bermanfaat bagi diri kita dan juga masyarakat pada umumnya, seperti yang dikatakan Nabi Muhammad SAW. Beliau mengatakan bahwa silaturrahmi akan dapat memperpanjang umur, memperbanyak dan memperluas rizki. Ada kepuasaan tersendiri ketika kita diberi kesempatan untuk bersilahturrahmi dengan sesama manusia, timbul rasa tenang dalam diri, kebersamaan yang terjalin dengan sesama muslim, serta timbulnya jiwa kekeluargaan dengan kesederhanaan dalam hidup, dan juga ketenangan jiwa dan pikiran, ketulusan dalam setiap langkah kita menjalani hidup tentu dapat membuat diri semakin merasa bersyukur akan nikmat hidup yang telah Tuhan beri, itulah yang menjadi teladan dalam memandang hidup ini.
Sumber:
•http://ahmadbuhori.blogspot.com/2009/12/terbanganmarhabaandibaantawasulan.html
•http://www.gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=7&id=658
•http://www.muhibbin-noor.com/?op=informasi&sub=2&mode=detail&id=229&page=1/
0 comments:
Post a Comment