Ronteg Singo Ulung
Thursday, 4 October 2012
0
comments
Pertunjukan
ini diawali dengan rombongan pemain yang melakukan prosesi sesaji.
Kemudian disusul oleh seorang tokoh adat berpakaian dan bersorban putih
membawa dupa yang dibakar, kepulan asap tersebut menghadirkan suasana
magis yang terkadang membuat bulu kudung merinding. Pada prosesi awal
ini, terdapat dua ekor (kostum) singa putih yang masih belum dikenakan
diletakkan di tengah tanah lapang.
Rombongan naik ke panggung, empat orang pemain Ojung berpakaian
hitam-hitam, saling berhadapan dalam posisi jongkok dengan satu lutut di
lantai. Keempat tangkai rotan yang dibawanya dipertemukan di tengah.
Sementara tokoh adat tadi menuju ke beberapa sudut panggung, menyebarkan
dupa ke berbagai arah, kemudian menuju ke para pemain Ojung, dan
melakukan hal yang sama. Pemain yang lain, jalan mengelilingi pemain
Ojung itu. Semua pemain masuk, kecuali keempat pemain Ojung.
Kemudian para pemain lantas melemparkan tongkatnya ke belakang, menari,
mengambil lagi tongkat rotan dan saling bertarung sepasang-sepasang.
Dalam praktek di lapangan aslinya, ini adalah tarian minta hujan. Mereka
saling memukul tubuh lawannya, sampai mengeluarkan darah, menetes ke
tanah, sebagai sebuah persembahan buat bumi. Filosofi dari ritual ini
adalah sebagai ritual mengharapkan hujan turun.
Usai Tarian Ojung, muncullah seorang penari topeng yang menari tunggal
Topeng Kona untuk beberapa lama. Dalam kisahnya, dia adalah tokoh
bernama Juk Seng, tokoh sakti yang memiliki kekuatan supranatural
sehingga bisa bersahabat dengan singa. Kemudian muncullah penari waria
(pria berdandan wanita) duet sebentar, lalu menari sendiri. Kemunculan
penari yang satu ini agaknya untuk menghibur penonton, karena meski dia
berdendang (ngidung) namun kehadirannya lebih dimaksudkan untuk
lucu-lucuan (humor).
Lalu pelan-pelan dari arah belakang panggung muncul seekor singa putih,
matanya bercahaya, berjalan pelan menuju sebuah kotak di sudut belakang
panggung. Singa itu dengan langkah tenang naik ke atas kotak tersebut.
Duduk dan kepalanya bergeleng pelan, matanya terus memancarkan sinar.
Dalam waktu bersamaan, dua ekor singa muncul didampingi oleh para
pengawalnya dari arah samping panggung. Seekor singa melakukan gerakan
akrobat, berguling-guling, dua buah singa yang lain menyambut dengan
gerakan perlawanan. Kemudian ketiga singa tersebut bergabung membentuk
formasi piramida layangnya gadis-gadis cheer Leaders yang sedang
beraksi.
Kemudian muncullah beberapa anak kecil, membawa bingkisan ke sudut
panggung, namun salah satu singa “menggigit” anak itu, dibawa dengan
giginya, sampai dilepaskan kembali oleh pengawal. Penontonpun menjadi
histeris, teriakan ngeri penonton menambah ketegangan suasana
pertunjukkan. Singa-singa itu tidak bermaksud menggigit anak-anak
tersebut, namun hanya mengambil bungkusan tape dengan giginya, kemudian
diberikan pada tamu kehormatan.
Pertunjukkan Singo Ulung ini mencapai klimaks ketika terjadi pertarungan seru antartiga singa tersebut. Kemudian keempat orang pengawal yang sejak tadi berusaha mengendalikan kebringasan singa-singa tersebut agak kewalahan, meski akhirnya mampu menghentikan pertarungan.
Pertunjukkan Singo Ulung ini mencapai klimaks ketika terjadi pertarungan seru antartiga singa tersebut. Kemudian keempat orang pengawal yang sejak tadi berusaha mengendalikan kebringasan singa-singa tersebut agak kewalahan, meski akhirnya mampu menghentikan pertarungan.
Ini
merupakan salah satu pertunjukan yang sangat menarik. Biasanya
pertunjukkan “Ronteg Singo Ulung” ini ditampilkan pada acara-acara dalam
rangka memperingati hari besar seperti pada saat "Hari Jadi Bondowoso" yang jatuh pada tanggal 16 Agustus.
0 comments:
Post a Comment