.showpageArea a { text-decoration:underline; } .showpageNum a { text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; margin:0 3px; padding:3px; } .showpageNum a:hover { border: 1px solid #cccccc; background-color:#cccccc; } .showpagePoint { color:#333; text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; background: #cccccc; margin:0 3px; padding:3px; } .showpageOf { text-decoration:none; padding:3px; margin: 0 3px 0 0; } .showpage a { text-decoration:none; border: 1px solid #cccccc; padding:3px; } .showpage a:hover { text-decoration:none; } .showpageNum a:link,.showpage a:link { text-decoration:none; color:#333333; }
Your Adsense Link 728 X 15

Ronteg Singo Ulung

Posted by Kustio Delta Haryono Thursday, 4 October 2012 0 comments
“Ronteg Singo Ulung” mungkin nama ini belum familiar di telinga para blogger, yaaa...kesenian asal Bondowoso ini sebenarnya telah lama ada, namun baru beberapa tahun belakangan ini mulai diangkat kepermukaan. Kesenian ini sebetulnya berasal dari upacara adat yang telah dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi sangat atraktif. Berasal dari desa Blimbing, Singo Ulung merupakan upacara adat "Bersih Desa Blimbing" yang selalu diadakan setiap tahun (bulan Sya'ban / Ruwah).Pertunjukan ini sepintas memang mirip dengan kesenian asal cina "Barongsai", namun sebenarnya ini sangat berbeda.
      Pertunjukan ini diawali dengan rombongan pemain yang melakukan prosesi sesaji. Kemudian disusul oleh seorang tokoh adat berpakaian dan bersorban putih membawa dupa yang dibakar, kepulan asap tersebut menghadirkan suasana magis yang terkadang membuat bulu kudung merinding. Pada prosesi awal ini, terdapat dua ekor (kostum) singa putih yang masih belum dikenakan diletakkan di tengah tanah lapang.
      Rombongan naik ke panggung, empat orang pemain Ojung berpakaian hitam-hitam, saling berhadapan dalam posisi jongkok dengan satu lutut di lantai. Keempat tangkai rotan yang dibawanya dipertemukan di tengah. Sementara tokoh adat tadi menuju ke beberapa sudut panggung, menyebarkan dupa ke berbagai arah, kemudian menuju ke para pemain Ojung, dan melakukan hal yang sama. Pemain yang lain, jalan mengelilingi pemain Ojung itu. Semua pemain masuk, kecuali keempat pemain Ojung.
      Kemudian para pemain lantas melemparkan tongkatnya ke belakang, menari, mengambil lagi tongkat rotan dan saling bertarung sepasang-sepasang. Dalam praktek di lapangan aslinya, ini adalah tarian minta hujan. Mereka saling memukul tubuh lawannya, sampai mengeluarkan darah, menetes ke tanah, sebagai sebuah persembahan buat bumi. Filosofi dari ritual ini adalah sebagai ritual mengharapkan hujan turun.
      Usai Tarian Ojung, muncullah seorang penari topeng yang menari tunggal Topeng Kona untuk beberapa lama. Dalam kisahnya, dia adalah tokoh bernama Juk Seng, tokoh sakti yang memiliki kekuatan supranatural sehingga bisa bersahabat dengan singa. Kemudian muncullah penari waria (pria berdandan wanita) duet sebentar, lalu menari sendiri. Kemunculan penari yang satu ini agaknya untuk menghibur penonton, karena meski dia berdendang (ngidung) namun kehadirannya lebih dimaksudkan untuk lucu-lucuan (humor).
      Lalu pelan-pelan dari arah belakang panggung muncul seekor singa putih, matanya bercahaya, berjalan pelan menuju sebuah kotak di sudut belakang panggung. Singa itu dengan langkah tenang naik ke atas kotak tersebut. Duduk dan kepalanya bergeleng pelan, matanya terus memancarkan sinar.
      Dalam waktu bersamaan, dua ekor singa muncul didampingi oleh para pengawalnya dari arah samping panggung. Seekor singa melakukan gerakan akrobat, berguling-guling, dua buah singa yang lain menyambut dengan gerakan perlawanan. Kemudian ketiga singa tersebut bergabung membentuk formasi piramida layangnya gadis-gadis cheer Leaders yang sedang beraksi.
     Kemudian muncullah beberapa anak kecil, membawa bingkisan ke sudut panggung, namun salah satu singa “menggigit” anak itu, dibawa dengan giginya, sampai dilepaskan kembali oleh pengawal. Penontonpun menjadi histeris, teriakan ngeri penonton menambah ketegangan suasana pertunjukkan. Singa-singa itu tidak bermaksud menggigit anak-anak tersebut, namun hanya mengambil bungkusan tape dengan giginya, kemudian diberikan pada tamu kehormatan.
      Pertunjukkan Singo Ulung ini mencapai klimaks ketika terjadi pertarungan seru antartiga singa tersebut. Kemudian keempat orang pengawal yang sejak tadi berusaha mengendalikan kebringasan singa-singa tersebut agak kewalahan, meski akhirnya mampu menghentikan pertarungan.
Ini merupakan salah satu pertunjukan yang sangat menarik. Biasanya pertunjukkan “Ronteg Singo Ulung” ini ditampilkan pada acara-acara dalam rangka memperingati hari besar seperti pada saat "Hari Jadi Bondowoso" yang jatuh pada tanggal 16 Agustus.

0 comments:

Post a Comment